Kalimat diatas menggambarkan kejengkelan saya terhadap masyarakat di negeri Indonesia tercinta ini yang merusak sendiri image kekayaan bangsanya.
Bagaimana bisa berbangga hati, Bagaimana bisa tidak beralih menjadi penyuka produk bangsa lain dan bagaimana bisa tak sinis?
Di salah satu acara TV One bertajuk Yang Membeli, Yang Tertipu (26/05/09 pukul 01.00 WIB), ditayangkan investigasi tentang manipulasi produsen Geplak di Jogjakarta demi untuk meraih rupiah.
Geplak merupakan makanan tradisional di Jawa Tengah, pastinya karena Jogjakarta adalah merupakan salah satu tujuan wisata domestik maupun internasional, makanan ini kerap dipilih sebagai oleh-oleh atau sekedar camilan santap sore.
Geplak tak lagi dibuat dengan bahan bakar parutan kelapa, melainkan parutan pepaya muda,pewarna yang dipakai tak lagi adalah pewarna makanan, melainkan pewarna pakaian bahkan pewarna plastik. Lagi-lagi hal ini dilakukan atas dasar alasan ekonomi : kelapa mahal dan pewarna makanan jauh lebih mahal dibandingkan pewarna pakaian / pewarna plastik.
Padahal siapa suruh beri harga murah untuk geplak?
Pantas saja, perkembangan varian penyakit begitu berkembang pesat di negeri ini, hingga obat-obatan dari negeri seberang tak lagi mampu mengatasinya. Yah, karena estimasi makanan/ minuman yang dikonsumsi oleh masyarakat kita jauh dari prakiraan standar mereka. Sementara itu teknologi kedokteran dan farmasi kita masih saja berjalan di tempat karena penelitian tidak dikembangkan, sebagian besar hanya copy-paste dari penelitian yang ada di negara lain. Ironisnya, profesor di bidang kedokteran justru yang terbanyak di negeri ini, Doktor di bidang farmasi-pun tak jarang kita temui.
Katanya sudah ada pembinaan bagi para produsen geplak ini, namun kasus yang sama masih saja terulang. Apakah cukup dimaklumi dengan embel-embel "ketidaktahuan" ataukah ini merupakan sketa "keserakahan"?
PR Besar???
Ya, ini memang PR besar bagi para orang pintar di negeri ini, bagi para pejabat dinas kesehatan, pejabat balai POM, pemerintah kota Jogjakarta dan siapapun yang merasa peduli akan citra kuliner tradisional di negara kita.
Disalin dari catatan saya di Facebook, 26/5/2009
0 komentar:
Post a Comment