Hampir semua bidang usaha kini telah menggunakan dan memanfaatkan kecanggihan dan value dari sebuah investasi teknologi informasi, mulai dari industri telekomunikasi, otomotif, kontraktor, pers, perbankan, broadcasting, pariwisata dan pendidikan. Namun ada yang terkesan setengah-tengah dan tidak bisa berpacu dengan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat ; yaitu jasa medis. Maaf bagi anda yang bekerja di jasa kesehatan (dokter, rumah sakit, healthcare, laboratorium, dll). Marilah kita kaji dari beberapa fakta yang saya temui berikut :
- Kian maraknya hal yang disebut “malpraktek” karena kesalahan penanganan pasien.
Sebagian besar kesalahan penanganan dikarenakan kurangnya informasi mengenai kondisi/ riwayat kesehatan pasien.
- Belum dijumpai adanya rekam medis yang berkesinambungan untuk seorang pasien.
Seorang pasien harus mengumpulkan sendiri berkas-berkas pemeriksaan kesehatannya. Sungguh ironis, sudah sakit namun masih diributkan dengan segala arsip pemeriksaan
- Banyaknya simpang siur informasi mengenai pemeriksaan preventif maupun penanganan suatu penyakit.
Informasi berupa artikel di media masih berupa penggalan-penggalan. Misalkan diinformasikan bahwa susu kedelai baik dikonsumsi setiap hari karena mengandung vitamin…., namun tidak disertai dengan informasi lain seperti karena kandungan zat tertentu, penderita kanker sebaiknya menghindari konsumsi susu kedelai harian karena dapat memicu ….., dst. Mungkin lebih tepatnya informasi yang tersaji tidak berdasarkan 5W + 1 H, ini merupakan suatu ciri dari ketimpangan sebuah teknologi informasi.
- Tidak ada standarisasi layanan/ penanganan pasien
Yang saya maksud dengan standarisasi layanan adalah : informasi apa yang seharusnya digali dari pasien sebelum dilakukan suatu tindakan (pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, pemberian obat, rawat inap, dll). Saya sendiri sering menjumpai ketika saya atau kerabat sedang sakit, banyak informasi yang tidak seragam dari para pelaku kesehatan tentang apa yang harus saya lakukan untuk sembuh. Ada yang mengatakan perlu diberi obat tertentu, ada yang mengatakan cukup istirahat saja tanpa konsumsi obat, dan lain sebagainya.
Dan apa akibat dari ketertinggalan teknologi informasi di dunia medis ini ? Hampir 90% masyarakat yang seharusnya membutuhkan layanan medis, namun tidak terlayani dengan baik.
Dari beberapa pengamatan, ketertinggalan teknologi informasi ini sama sekali bukan karena mereka tidak menjangkau. Namun lebih karena, beberapa elemen pelaku jasa kesehatan telah sangat merasa nyaman dengan sistem lama dan “TIDAK MAU BERUBAH LEBIH BAIK” karena “MAMIK (Malas Mikir, ya… itulah istilah yang saya kenal dari seorang kerabat saya beberapa tahun yang lalu). Kenapa mereka berperilaku demikian ? Ya, karena mereka merasa diri mereka adalah “Dewa” yang harus diagung-agungkan dan mereka merasa merekalah yang paling benar, kemampuan yang mereka miliki memang spesifik dan tidak mudah dipelajari seperti halnya mempelajari ilmu management atau accounting. Sungguh arogansi yang tidak manusiawi.
Ada hal yang dlupakan oleh sebagian besar pelaku medis di Indonesia : “Perubahan adalah hal yang abadi”. Jika mereka tidak mau berubah, padahal pasar (konsumen) semakin menuntut akan layanan yang terbaik maka masuknya lembaga medis dari luar negeri yang telah siap dengan segala perangkat serta teknologinya (hardware, software dan brainware) merupakan angin segar yang menyejukkan bagi konsumen dan merupakan angin badai yang akan melibas siapapun yang bersikap arogan dalam menyajikan layanan medis.