November 27, 2007

Survey, Perlukah

Akhir-akhir ini penawaran jasa survey dengan dana mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah kian menjamur. Bukan hanya semakin banyak lembaga survey, namun pengelola survey perorangan/kelompok juga makin banyak. Mulai dari mahasiswa hingga profesional. Bahkan seorang mantan surveyor yang tidak memiliki pengetahuan survey selain bagaimana mendapatkan responden dan melakukan wawancara-pun berani menawarkan jasa survey pada beberapa perusahaan. Kalau dilihat sepintas, sah-sah saja asalkan mereka mampu memenuhi keinginan kliennya. Namun, sejauh mana klien memahami tentang survey (terutama fungsi dan manfaat jangka panjang).


Dari beberapa pengamatan (di Surabaya, Bandung dan Jakarta), tidak banyak lembaga survey yang menyajikan insight dari survey. Yang mereka paparkan hanyalah kondisi saat ini dengan statistik deskriptif. Seringkali mereka membela diri : "klien kami tidak butuh dan tidak mau dipusingkan dengan penjelasan yang rumit".

Salahkah statistik deskriptif ?
Sebenarnya, bila pengelola survey melakukan analisis statistik secara benar (dan bukan hanya deskriptif), yang merasa rumit dan pusing bukanlah klien, namun pengelola survey itu sendiri. Mereka memang akan pusing dengan kecermatan, ketelitian dan kepekaan dalam setiap langkah analisis yang dilakukan hingga pada tahap penyajiannya. Tentunya, bukan teori-teori statistik atau model matematis yang dipaparkan pada klien, namun lebih pada informasi, solusi dan aplikasi yang dibutuhkan klien.

Secara statistik, analisa deskriptif hanya akan bermakna pada survey yang melibatkan seluruh populasi. Sedangkan yang banyak dilakukan lembaga riset adalah sampel. Pemaparan hasil survey secara deskriptif jelas bukan hal yang benar dan merugikan klien. Pada saat pengelola survey mengambil responden secara sampling, informasi yang diperoleh tidak akan pernah sama dengan populasi, sehingga diperlukan beberapa metode statistik inferensia. Oleh karenanya, dalam statistik selalu dibicarakan estimasi, selang kepercayaan, probabilitas dan error. Semua aspek ini adalah syarat perlu dalam sebuah proses analisa data survey. Dan pada tingkat yang lebih jauh, hasil survey sebenarnya bisa bermanfaat bukan hanya sebagai informasi seseaat namun memprediksi, meramalkan dan membuat strategi untuk survive hingga beberapa jangka waktu tertentu (seperti desain produk, PR, advertising strategy, dll). Jadi bukan sekedar analisa deskriptif seperti : rata-rata, maksimum, minimum, median, modus, persentase, istogram, pie chart dan bar chart.

Perlukah Sampling ?
Menyikapi kondisi diatas, sampling tidaklah lagi bermanfaat dengan tidak adanua analisa statistik inferensia. Sebaik-baiknya / sedetail-detailnya proses sampling yang dilakukan, Siapa yang dapat menjamin kesalahan 0% ?

Jika Statistik (inferensia) tidak diperlukan dan sampling tidak lagi bermanfaat, perlukah sebuah survey yang hanya menghabisklan dana untuk melihat sebuah angka.

Related Posts:

0 komentar: