Cukup efektifkah kuesioner seperti ini ? Tanpa tahu tujuan, proses pelaksanaan dan konten risetnya, saya menjawab tergantung. Ya, membuat sebuah kuesioner yang benar memang harus dikaitkan dengan tujuan riset dilakukan. Dari tujuan, akan terbentuk model hipotesa, dan dari sini berdasarkan beberapa tinjauan akan muncul variabel-variabel penelitian. Dipadukan dengan rencana alat statistik yang akan anda pakai berikut skala pengukurannya mulailah anda dapat mendesain pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berikut lay-out kuesionernya. Pada kenyataannya beberapa survey yang pernah saya temui, tidak mengindahkan proses ini. Alhasil, data tidak "berbunyi" dan nampak sia-sia.
Memang benar bahwa didalam menyusun kuesioner dibutuhkan proses brainstorming (yang saya istilahkan dengan "tinjauan" pada paragraf sebelumnya). Namun, yang perlu diingat adalah bagaimana melakukan brainstorming untuk tujuan ini. Brainstorming merupakan proses pengumpulan ide, mengerucutkan ide hingga menghasilkan model hipotesa, variabel penelitian hingga pertanyaan (research question) yang tertuang dalam sebuah kuesioner.
Para pakar marketing research menyatakan beberapa hal yang mensyaratkan sebuah kuesioner layak dipakai, yaitu :
- Evocative
Tidak membingungkan pewawancara, mudah dipahami dan menjadikan sesuatu yang menarik.
- Relevant
- Tidak memihak
Tidak membuat pernyataan yang mengarah pada sesuatu pengambilan keputusan.
- Padat dan jelas
Tidak terlalu panjang/ bertele-tele. Gunakan kalimat yang singkat saja dan jangan terlalu banyak mengulang pertanyaan.
- Researchable
Dapat dijawab tanpa menimbulkan was-was atau kegelisahan pada responden. Coba renungkan dan anggap anda sebagai responden yang ditanya tentang berapa harta kekayaan anda, apa agama atau suku anda ?
Namun jangan lupa, untuk mengetahui apakah kuesioner yang telah di-desain memenuhi persyaratan layak atau tidaknya dipakai sebagai sarana wawancara, anda musti meng-ujicobakan dahulu pada sebuah survey pendahuluan.
2 komentar:
Jangan diabaikan peran dari interviewer, karena heterogenitas pemahaman juga bisa menyebabkan informasi menjadi bias..
Belum dibahas disini ya mas?
YA, benar sekali bahwa interviewer cukup pegang peranan menentukan sahih tidaknya kuesioner. Dan harus ada treatmen tertentu pada cluster interviewer tertentu untuk mendapatkan homogenitas persepsi/ pemahaman pada kuesioner dengan tujuan menekan bias, semnimal mungkin.
Pada saat sebuah project survey dilakukan dimana si-leader sudah punya anggapan "ya...dimana-mana begitulah interviewer, susah dikendalikan!".
Sebegitukah ? Lalu buat apa melakukan riset-jika sudah yakin bahwa hasilnya akan bias ?
Post a Comment