June 13, 2008

Kejarlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina

Pernah dengar ungkapan seperti pada judul diatas? Kejar dan galilah ilmu sejauh-jauhnya, semaksimal mungkin karena ilmu tak akan pernah habis. Dan bila kita berhenti mengejarnya, maka matilah kita.


Mencari ilmu, belajar dan belajar bila diikuti maka seperti yang saya rasakan : merasa makin jauh dari "tahu". Jangan menoleh ke belakang karena membuat kita merasa cepat puas, tapi untuk selalu melihat ke depan, mencontoh figur-figur yang membuat kita bergidik "owh, pintar sekali ya...?". Dan pasti anda pun demikian.

Tapi bagaimana saat, ingin ambil s2 lagi, tetap bekerja, ingin kursus bahasa perancis, ingin belajar programming, ingin belajar psikologi, ingin belajar membuat buku, ingin tahu cara daur ulang kertas sampai jadi sebuah kerajinan yang cantik... ah, cukupkah waktu kita? 1 hari dengan 24 jam, seminggu dengan 7 hari, 1 bulan yang kurang lebih 30 hari, 1 tahun dengan 12 bulan... ah nampaknya cukup lama, meyakinkan kita untuk mengatakan bahwa ada waktu yang cukup untuk merealisasikan keinginan-keinginan itu . Cukupkah tenaga kita ? Dengan melakukan cek up kesehatan dahulu dan mendapatkan bahwa kondisi kita cukup fit, mungkin kita bisa meyakinkan bahwa tenaga kita cukup untuk belajar. Namun, apakah yakin tidak lelah harus berada di lebih dari 5 tempat dalam sehari? Cukup dekatkah jarak antar tempat belajar itu? Masihkah otak kita mampu menyerap ilmu itu? Bagaimana dengan kehidupan sosial? Haruskah mengorbankan lingkungan (keluarga dan teman) untuk mempelajari hal-hal baru yang merupakan obsesi saya? Eits, ada lagi yang lagi booming lagi saat ini, apakah tidak butuh BBM pada saat menuju tempat belajar itu? BBM naik, pastilah uang yang dikeluarkan lebih besar dari sebelumnya. Pada saat pertanyaan dan pemikiran terakhir ini dilontarkan, mungkin akan terbersit, ahh... iya ya... mungkin melelahkan sekali, harus berada di jalanan seperti itu (setidaknya kaki saya), bagaimana komunikasi saya dengan keluarga ya? dan berapa bensin yang musti saya beli setiap hari?

Haruskah menyerah pada situasi seperti ini? Saya rasa ini bukan hal yang bijak. Masih punya PC bukan? Masih banyak Warnet? Masih ada program CSR internet broadband ? Kalau begitu, kita masih punya satu solusi yaitu : E-learning.

Apa yang dimaksud dengan e-learning?
Secara definisi, e-learning merupakan proses pembelajaran yang menggunakan sarana belajar melalui media internet maupun jaringan komputer yang lain. Cara penyampaian materinya bisa 2 macam, yaitu :
  • - peserta (siswa) dan pengajar berada dalam kelas (yang dimaksud kelas adalah situasi dimana siswa dan guru siap melakukan aktifitas belajar mengajar) pada waktu yang sama walaupun tempat yang berbeda. Bila membutuhkan diskusi, maka diperlukan adanya teleconference
  • - peserta (siswa) dan pengajar berada dalam kelas pada waktu dan tempat yang berbeda. Untuk melakukan e-learning semacam ini dibutuhkan sebuah aplikasi e-learning. Sehingga siswa tetap dapat berinteraksi dengan para pengajar.

Pada masing-masing metode, selalu disediakan materi belajar (handbook atau slide) yang bisa didownload oleh peserta belajar. Sama dengan pendidikan non e-learning, setiap siswa bisa mempersiapkan diri dengan membaca beberapa materi terlebih dahulu.

E-learning, sebuah pencerahan, hasil dari perkembangan teknologi informasi yang bukan hanya bermanfaat dalam menjembatani terjadinya proses transfer ilmu pengetahuan, bahkan mampu menghemat anggaran pendidikan daripada mencetak buku, menyediakan kertas, transportasi serta akomodasi. Kini, tak ada lagi kendala jarak dan waktu. Mau adakan kongress, seminar, symposium bahkan kuliah s3 pun, kita bisa melakukannya lewat e-learning.

Related Posts:

0 komentar: