September 28, 2007

Masihkah Survey Door To Door Relevan ?

Dari beberapa literatur terdahulu, sering kita temukan penulis mengajarkan metode Cluster Random Sampling untuk market research. Lalu salah satu caranya adalah mendatangi rumah -rumah tertentu, misal : 3 rumah ke kanan dari rumah kepala RT, atau 5 nomor genap dari ujung, lalu jika tidak bertemu dengan responden, loncat lagi ke rumah sebelahnya,dan seterusnya (selanjutnya, saya menyebut cara ini dengan istilah : "survey door to door". Apakah sampling semacam ini cukup efektif, apakah relevan dan dijamin mendapatkan sampel yang unbias ?

Metode survey yang saya singgung diatas, sebenarnya memang ditujukan untuk mendapatkan sampel serandom mungkin. Jika dilakukan untuk survey rumah tangga (jumlah anggota keluarga, ukuran rumah, dansebagainya) seperti yang dilakukan BPS mungkin masih relevan. Namun, untuk market research ? Apalagi yang bertujuan untuk menggali kebutuhan pelanggan, demografi, habit?

Market research yang berbasiskan pada penelitian kuantitatif rasanya tidak akan banyak mendapatkan hasil bila kita mempergunakan door to door survey. Sampel random mungkin bisa diperoleh, namun hasil yang bias pasti lebih besar diperoleh. Hal ini terjadi karena beberapa hal :
- Belum tentu orang yang kita temui di rumah itu adalah decision maker dalam pembelian produk yang kita survey
- Dapat dipastikan adanya keragu-raguan dari responden saat menjawab pertanyaan dari interviewer meskipun, interviewer telah menunjukkan ID. Akibatnya, jawaban-jawaban yang diberikan adalah jawaban yang tidak sebenarnya bahkan cenderung asal
- Khususnya berkaitan dengan produk kesehatan dan asuransi. Ada persepsi dari responden, bahwa dengan mengemukakan jawaban secara jujur, maka privacy mereka (keluarganya) akan terganggu oleh tawaran produk. (Kebanyakan orang, menganggap interviewer adalah SALES, karena kelakuan SALES selama ini mengatasnamakan "Survey" untuk dapat masuk ke rumah target.

Lalu, kalau sudah begini : Bagaimana menyiasatinya. Ada sebuah hasil penelitian yang saya baca bahwa "Ngobrol" adalah survey yang paling baik. Artinya, kita bisa melakukan survey seperti sedang berbincang dengan teman/ kerabat kita. Memperlakukan responden lebih humanis, tidak hanya "memaksa" responden untuk menjawab satu persatu pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Salah satu contoh yang pernah saya terapkan untuk ini adalah dengan memanfaatkan keterlibatan pada sebuah komunitas untuk menggali kebutuhan pelanggan (dalam kaitan dengan market research). Sampel yang diperoleh tetap random, clusternya adalah komunitas dengan beberapa kriteria yang telah kita tetapkan (berdasarkan survey pendahuluan dan konsumen produk sejenis/ alternatif).

Memang, nampaknya menggunakan survey seperti ini akan lebih mahal daripada survey door to door, namun survey door to door pun mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Jika sama-sama perlu biaya yang tak sedikit, kenapa tidak kita pilih metode yang bisa mendapatkan informasi sebenar mungkin daripada hanya sekedar mengumpulkan sampah.

Related Posts:

3 komentar:

Anonymous said...

dasar memang nggak minat riset...walaupun dibaca dengan hati hati tetap nggak ngerti...:)

Anonymous said...

Baca dengan hati, gimana caranya ya? Capeeek deeeeh ....:(

RESEARCH DIGEST said...

Door to door alias home visit. Jika tujuan surveinya masih general (profil konsumen Indonesia, atau profil masyarakat Surabaya) menurut saya sih masih oke apalagi secara teori statistik jika tehnik penarikan sampelnya random daya proyeksinya cukup besar. Tapi jika tujuan surveinya spesifik misalnya gaya hidup maka kurang tepat dan hasilnya pasti bias