November 22, 2007

Marketing Research dan Rutinitas ?

Saat ini makin banyak perusahaan mengklaim telah melakukan market research untuk mendasari keputusan pemasaran yang dilakukannya. Dan di perusahaan mereka pun telah ada divisi atau sub divisi market research. Bahkan bukan hanya di tingkat nasional (pusat), namun di beberapa area dan bahkan perusahaan skala lokal; seperti : rumah sakit, klinik, radio.


Marketing research (riset pemasaran) memang tampak seperti sebuah aktifitas "bergengsi" saat ini. Dengan memiliki data-data dari sebuah riset pemasaran, sebuah perusahaan akan dengan mudah mengungkapkan sesuatu atas produknya (misal : produk kita telah mendapatkan market share 75% di Denpasar; Produk kita telah dapat memenuhi kepuasan pelanggan dengan indeks CSI 80%, dan sebagainya). Tapi, akankah sebuah riset pemasaran berhenti sampai disitu saja ?

Pemanfaatan informasi dari data riset pasar lebih mendalam kadang terlupakan (karena terbuai oleh angka-angka kuantitatif yang mungkin cukup menggembirakan untuk sementara waktu). Dan bahkan, terlanjur puas karena target pada indikator-indikator kinerja tertentu telah tercapai. Dan ini bahkan telah menjadi rutinitas tahunan (bagi beberapa perusahaan). Maka terbentuklah persepsi bahwa riset pasar adalah aktifitas "buang-buang anggaran", dan akibatnya dana riset menjadi lebih kecil, dan makin lama riset pasar hanyalah suatu formalitas untuk memenuhi SOP semata atau dengan kata lain kehilangan makna dan tujuan yang sebenarnya.

Bagaimana menyiasatinya ?

Sebuah riset sebaiknya diawali dari adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan untuk memperoleh informasi tertentu yang dipetakan dalam suatu kerangka hipotesis. Inipun dibuat bukan hanya berdasarkan asumsi periset, namun juga dari beberapa literatur dan brainstorming dengan para pelaku pasar (dalam hal riset pemasaran).

Hal yang lain adalah jika SOP atau aturan sejenis memberlakukan riset sebagai suatu kewajiban di bagian marketing. Maka jangan pernah membuat kuesioner menjadi QR (Quality Record). Kuesioner sebaiknya disusun berdasarkan permasalahan yang ingin diselesaikan/ informasi yang ingin digali. Bagi perusahaan yang memiliki beberapa cabang, misalnya untuk menilai indeks kepuasan pelanggan, mungkin memang ada indikator-indikator secara global. Namun informasi semacam ini tidak akan bermanfaat selain dari hanya sekedar sebuah penilaian kinerja perusahaan. Anda tidak akan bisa mencari akar permasalahan bila tidak menyesuaikan pertanyaan - pertanyaan dalam kuesioner dengan kondisi pasar anda.

Dan hal utama yang harus diingat adalah, jangan membuang biaya, waktu dan tenaga sia-sia hanya untuk mencari pengakuan atas kinerja perusahaan. Hasil dari sebuah riset pasar semestinya dapat dituangkan dalam strategi pemasaran secara lebih efektif dan menginspirasi para marketer dalam setiap aktifitas pemasarannya. Bukan hanya untuk membuat target-target secara angka. Market research bukanlah merupakan sebuah rutinitas (seperti halnya pekerjaan administratif). Dan satu hal yang saya yakini. Bila sebuah perusahaan menganggap market research sebagai suatu rutinitas/ formalitas/ kewajiban karena adanya SOP, maka strategi pemasaran yang dibuat perusahaan itu pun bukanlah sesuatu yang baru alias, strategi dari tahun ke tahun alias strategi rutinitas. Lalu bisakah mendapatkan Blue Ocean disini ?

3 komentar:

Anonymous said...

Ada juga perusahaan yang mengadakan divisi litbang hanya sekedar penguat image perusahaan, keren lho kita punya divisi litbang. Padahal paradigma top manajemennya masih belum data minded.

Salam
Harianus Zebua

Anonymous said...

aloha,

Senang ada juga topik yang membahas marketing research,

memang sekarang sedang booming tuh perusahaan-perusahaan pake cara riset pemasaran, khususnya di jakarta sudah menjamur ya namanya perusahaan riset. Kadang perusahaan-perusahaan sudah bisa memilih mana yang sesuai dengan 'selera nya' seperti belanja di hipermarket tinggal pilih aja.

Hanya yang disesali kenapa ya banyak yang ngaku riset pemasaran tetapi belum profesional misalnya data yang palsu hanya untuk menyenangkan si clientnya.

Itu deh yang paling bahaya soalnya kan cuma cari data, gampang tidak usah menjual apapun.


cherrio

busway girl.

Unknown said...

mudah-mudahan saya tidak termasuk seperti yang mbak katakan..:).

Memang banyak sih, lembaga riset yang memberikan data palsu untuk sekedar menyenangkan client-nya... kenapa ya ? Banyak faktor mbak... namun memang tidak dapat dibenarkan secara statistik.

Tapi, jangan salah... siapa tahu lembaga riset itu adalah bentukan dari perusahaan klien (hanya perusahaan bayangan), atau memang perusahaan ini sudah "dibayar" untuk memberikan data yang "baik-baik", supaya produk perusahaan klien laku, contoh yang paling banyak terkait dengan media dan produk kesehatan.