November 22, 2007

Birokrasi Identik dengan Calo

Birokrasi identik dengan calo. Apa Kata Dunia ?
Ga peduli apa kata dunia, kalau mau ngurus segala sesuatu dengan instansi pemerintahan ya begini ini.


Awalnya saya agak tidak percaya. Ya, karena gencarnya iklan perbaikan layanan publik untuk urusan administratif dan birokrasi pemerintahan. Ya seperti iklan tentang pengurusan pajak (NPWP), pengurusan SIM, STNK, KTP, KSK dan sebagainya. Saya pikir, memang sudah ada perbaikan. Ternyata, yaaah... sistem tinggal sistem, perilaku staf pe en es ya tetep begitu-begitu aja.

Beberapa minggu lalu, saya hendak mencoba mengurus NPWP (bukannya terpengaruh iklan lho). Nah, inget dengan iklannya "Apa Kata Dunia ?" dari dirjen pajak, bahwa proses pengisian formulir sangat mudah hingga mendapatkan kartu NPWP. Bahkan bisa dilakukan secara online. Pikir saya, wah boleh dicoba nih... Pendaftaran online memungkinkan saya mempercepat kepengurusan jadi biar tidak antri-antri dan bolak-balik ke kantor pajak layaknya seorang pejabat saja.

Waktu mulai mengakses website-nya. Ya, mudah memang pengisiannya, bahkan saya langsung mendapatkan bukti sementara beserta nomor NPWP nya. Tinggal di print, dan diberikan ke kantor pajak setempat (sesuai yang tertera pada bukti sementara itu), dan katanya si website sih, saya bisa langsung mendapat kartu NPWP yang asli hanya dengan melampirkan KTP sebagai wp pribadi non usahawan.

Seorang teman, menyarankan : minta tolong makelar pengurusan NPWP saja untuk uruskan. Saya menyanggah, enggak perlu. Prosesnya mudah kog, langsung tukarkan bukti sementara ini ke kantor pajak.

Ya, ternyata saya "kualat" (=kena batunya). Saya datang ke kantor pajak. Wow... banyak banget yang antri membayar. Ternyata semakin banyak yang sadar pajak ya... (itu persepsi pada awalnya). Lalu saya ambil nomor antri. Saya bingung karena banyak meja, akhirnya bertanya saya harus menunggu disebelah mana ? Akhirnya ditunjukkan bahwa lebih baik saya menunggu di sekitar meja 1. Ya, akhirnya saya nunggu, sambil bingung... Karena 2 orang maju mengurus NPWP tapi, nomor antrinya ga dipanggil dan juga ga urut. Langsung saya bertanya, "ini nanti dipanggil sesuai nomor antri khan ?" Ternyata "Tidak, nanti maju saja setelah ini". Wah, kesan negatif langsung muncul.

Sambil bingung nunggu karena orang yang duduk di belakang saya ngomeeel melulu. Akhirnya saya dipersilahkan maju dan mengajukan pengurusan NPWP. Saya serahkan bukti pendaftaran sementara via online dengan KTP (plus KSK, sebagai antisipasi aja... biasanya kan instansi begini ga percaya dengan 1 dokumen saja). Lalu, petugas menjawab saya harus melengkapi dokumen dengan surat keterangan domisili dari kelurahan, baru NPWP bisa diproses. Waaah, ya saya ga bawa. Apakah dokumen yang saya bawa tidak cukup menerangkan domisili saya ? Dan saya bersikukuh, di website kog prasyarat itu tidak ada ya ? Saya minta dia menanyakan ke atasannya ? Akhirnya dia mengalah. Entah tanya ke atasannya atau tidak, yang jelas dia meninggalkan tempat sejenak. Lalu dia kembali dan mengatakan, ada troubel pada pencetakan NPWP (printer bermasalah), jadi kemungkinan baru jadi besok tapi saya diminta menelpon dia (langsung di HP / CDMA).

Ya sebenarnya, ada keraguan sih. Trouble ? Apanya ? Tapi ya sudahlah, karena saya terburu waktu. Keesokan harinya, saya menelpon ke Bapak petugas yang ngurusin NPWP itu. Dalam telepon, dia mengatakan NPWP tetap tidak bisa diproses jika tidak ada surat keterangan domisili. Lhoh ? Apa maksudnya ? Katanya kemarin tinggal nunggu cetak saja ? Dia bilang tetap tidak bisa. Dan lalu saya diminta bertemu dengan atasannya. Okey, saya beranjak ke kantor pajak untuk mencari tahu "Ada apa ini ?".

Yah... berbelit banget. Intinya... (kesimpulan pribadi) : pe en es - pe en es itu sekali lelet tetep aja lelet. Udah dibuatkan aturan, sistem canggih ga berupaya belajar, apalagi melayani. Yang ada : sukur-sukur kalau bisa dapet duit extra. Jadi birokrasi di negara kita selalu akan identik dengan calo. Wowwww.... Apa Kata Dunia pada negara ini ? Udah dipajak dimana-mana, masing disruruh berpusing-pusing nungguin orang-orang lelet.

0 komentar: