December 1, 2008

SES yang Tak Tertangkap

Bagaimana strategi pemasaran untuk meningkatkan pendapatan? Bagaimana cara membidik target pasar yang menguntungkan? Kelompok mana yang berpeluang membelanjakan lebih banyak uang? Bagaimana mengidentifikasi kelompok ini?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering didengarkan ketika perusahaan sedang membuat perencanaan pemasaran.

Dalam teori pemasaran yang dikemukakan Kotler, berbicara mengenai targeting (membidik pasar potensial) tidak bisa dipisahkan dengan segmentasi dan positioning. Sebelum menentukan target, perusahaan akan melihat dulu kelompok pasar/ segmentasi pasar. Target pasar dipilih dari segmen yang paling potensial, karena tak mungkin memuaskan semua segmen. Sembari itu perusahaan juga akan memposisikan produk sesuai dengan kebutuhan target pasar.

Segmen potensial, siapakah mereka?
Banyak yang berasumsi bahwa segmen potensial adalah segmen yang memiliki tingkat daya beli cukup tinggi. Seiring dengan perkembangan waktu, tingkat daya beli sering dikaitkan dengan tingkat sosial ekonomi. Dan akhirnya, untuk memudahkan identifikasi, para pakar memberikan nama pada masing-masing tingkat/ kelompok dengan istilah SES. SES A+ adalah segmen dengan tingkat daya beli tertinggi, pendapatan tertinggi dan gaya hidup berkelas. Secara fisik dicirikan melalui kepemilikan benda-benda berharga (seperti : mobil sedan, rumah besar dan bertingkat atau apartemen, dll). Sedangkan SES C atau D adalah segmen menengah bawah yang tidak memiliki uang berlebih untuk dibelanjakan selain dari kebutuhan sehari-hari. Maka tampaknya SES A atau A+ adalah segmen potensial.

Segmentasi dengan melihat SES, hingga saat ini adalah yang paling banyak dipilih karena mudah untuk diidentifikasi dan tampaknya paling menghasilkan. Namun, apakah segmentasi dengan cara ini bisa berlaku untuk semua produk dan jasa? Berikut ini adalah contoh-contoh yang dapat kita pakai sebagai bahan kajian.

- Membidik SES A+ sebagai target pasar salon kecantikan
Tampak cantik memang dambaan semua wanita. Namun, bersolek dan melakukan perawatan mendetail seperti : medicure, pedicure, facial, chemical peeling tidak dilakukan oleh setiap wanita. Untuk ini, para wanita akan menyesuaikan dengan budget yang ada dan tuntutan lingkungan (profesi dan status). Membidik wanita-wanita dengan SES A+ tentu sangat menguntungkan bagi sebuah salon kecantikan. Alasan utama karena ini adalah kebutuhan para wanita SES A+, dengan demikian ketergantungan terhadap produk akan cukup tinggi, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak, wanita-wanita SES A+ ini bisa membelanjakan uangnya di salon kecantikan 5-10 kali lipat lebih banyak dibanding wanita-wanita SES B saja. Jelaslah ini jauh lebih menguntungkan karena perusahaan merawat lebih sedikit pelanggan. Bagaimana dengan market share? Lupakan saja, toh sudah ada jaminan dapatkan keuntungan dari sekelompok konsumen!. Saat memilih segmen A+ ini, sadarlah bahwa perusahaan mengambil tak lebih dari 10% dari total pasar produk yang sama. Ini hanya merupakan salah satu konsekuensi diantara konsekuensi yang lain seperti kualitas produk dan layanan yang serba extra.

- Membidik SES A atau A+ untuk konsumen media informasi
Jika salon membidik segmen ini, jelas ada harapan keuntungan yang lebih menjanjikan. Namun bisakah strategi memidik SES A+ atau SES A ini diterapkan untuk sebuah media informasi seperti website, radio atau televis. Ambil saja contoh radio. Sebagai pendengar, manakah yang lebih anda pedulikan diantara :
- memilih mendengarkan radio dimana anda perlu meyakinkan diri bahwa radio tersebut didengarkan hanya oleh orang "kaya" (SES A+/ A)
ataukah :
- memilih mendengarkan radio dimana anda yakin dari pola acara dan para penelponnya bergaya hidup/ memiliki kesamaan perilaku atau hobby dengan anda (misal : sesama pecinta musik jazz, sesama penikmat musik-musik rohani, sesama orang yang membutuhkan tips-tips bisnis-marketing).

Jika saya ditanya, sebagai pendengar saya radio akan memilih yang kedua. Untuk apa juga memikirkan apakah yang dengar radio orang kaya saja. Yang pasti jika saya butuh mendengarkan musik jazz ada, yang penting saat saya butuh mendengarkan berita juga ada dan saat saya mendengarkan pendengar radio yang lain on air, setidaknya gaya komunikasinya tidak berbeda jauh dibawah saya. Bagaimana menurut anda?

Kalau anda seide dengan pilihan saya, dan sebagian besar orang juga seide dengan hal ini, lalu apa pentingnya ketika sebuah radio memberikan profile pendengar berdasarkan SES? Bagi saya bukan pentingkah tau SES? Tapi apa untungnya segmentasi SES pendengar? Berapa banyak macam produk yang memfokuskan diri benar-benar pada kelas A+? Dengan sedikitnya produk khusus kelas A+, jika sebuah media seperti radio melakukan memilih segmen A+ dan A saja, dengan akhirnya harus menyingkirkan kelas C dan kelas B, berapa banyak produk yang mau beriklan dengan anggapan, "iklan didengar belum tentu dimengerti dan belum tentu juga dibeli".

Lalu bagaimana harus bagaimana melakukan segmentasi pada konsumen sebuah media informasi?
Cara yang mudah adalah dengan segmentasi perilaku, segmentasi minat, segmentasi gaya hidup. Dengan segmentasi seperti ini, fokus serta kualitas konten terjaga dengan baik. Konsumen yang memiliki kesamaan perilaku akan berkumpul, dan inilah yang dibutuhkan saat sebuah perusahaan berniat untuk beriklan, media apa ini? Medianya anak muda? Medianya para profesional muda? atau medianya para pensiunan yang rindu akan nostalgia 10 tahun lalu? Secara otomatis, adakah SES yang diinginkan tak tertangkap disini?

0 komentar: