
Memandangi sekeliling, jadi inget celetukan seorang staf yang merasa perlu "ber-empati" karena kerjaan temannya kerap dinilai ceroboh atau salah melulu oleh atasan & manajemen yang lebih tinggi:
"duuuh, orang2 itu kog ga pernah puas ya..., padahal si pelangi (bukan nama sebenarnya) sudah berusaha kerja extra lama untuk menyelesaikan tugas ini, mbok ya pengertian..."
Sesaat setelah dengar celetukan itu, saya terkesima, haruskah turut ber-empati? haruskah memaklumi? tapi yang jelas, agak aneh saja mendengarnya. Ukuran keberhasilan pekerjaan, benar salah atau puas tidak puas, atau keduanya, atau boleh memilih sesuka hati? Ukuran puasnya seberapa? Ukuran benarnya bagaimana? Atau, siapa yang harus menilai kepuasan dan kebenaran itu?
Ternyata tidak mudah menjelaskan target dari sebuah pekerjaan.Ternyata banyak staf nampak "bingung" saat menerima sebuah instruksi (menerima instruksi saja sudah bingung, apalagi mengerjakannya), bagaimana bisa mencapai sebuah target : "BERHASIL".
Dari pengamatan dan sharing para kerabat, nampaknya ada beberapa kecurigaan mengenai penyebab terjadinya kebingungan ini :
- pemberi instruksi juga tak memahami GOAL pekerjaan yang akan diperintahkan
- sistem tidak jelas atau bahkan sistem tidak ada (kata seorang rekan : salahkan saja sistem)
- terlalu banyak yang merasa "menjadi BOSS" (kata teman yang lain - dalam bahasa jawa : "kakean juragan")
- the wrong man on the wrong place (ibaratnya, mesin jahit dipakai menyulam untuk jadi karpet atau nokia communicator 9500 dipakai sebagai palu untuk menancapkan paku didinding --> siapa yang akan rusak : mesin jahit dan nokia communicator 9500 atau bahan karpet dan dindingnya???)
Disalin dari catatan saya di Facebook, 13/05/2009
0 komentar:
Post a Comment